Mukomuko – Penanganan kasus dugaan ilegal mining tanah uruk di Kabupaten Mukomuko kini menjadi sorotan publik. Proses penyidikan yang dilakukan aparat kepolisian dinilai berjalan lamban dan berlarut-larut tanpa kepastian hukum.
Pelapor kasus ini, aktivis LSM LP-KPK Mukomuko, M. Toha, mengungkapkan bahwa sejak 11 September 2025 lalu Kapolres Mukomuko telah membenarkan adanya langkah penyidik Unit Tipidter yang berkoordinasi dengan Kementerian ESDM guna meminta keterangan ahli. Ia juga mengaku sudah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP).
Namun, Toha menilai SP2HP tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda penetapan tersangka. Menurutnya, publik sudah dapat melihat dengan jelas adanya dugaan unsur pidana dalam perkara tersebut.
“Kalau penanganan perkara harus ditanya dulu baru ada kejelasan, ini artinya publik dipermainkan. Jangan sampai SP2HP dijadikan tameng untuk memperlambat penetapan tersangka. Polisi harus segera membuktikan kinerjanya di hadapan publik,” tegas Toha.
Ia juga menilai Kapolres Mukomuko tidak konsisten, sebab sejak janji gelar perkara pada 11 September lalu, hingga kini belum ada tindak lanjut yang diumumkan. Situasi ini menimbulkan kecurigaan di tengah masyarakat, terlebih lokasi proyek ilegal mining tanah uruk disebut-sebut berada tidak jauh dari markas Polres Mukomuko.
“Kalau memang tidak mampu menanganinya atau sungkan terhadap kontraktor maupun pihak dinas terkait, lebih baik Polres Mukomuko angkat bendera putih. Biar perkara ini kami dorong ke Kejati Bengkulu saja,” tambah Toha.
Publik mengingatkan bahwa penanganan perkara tidak boleh berlarut-larut. Hal ini sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, yang mengatur:
Penyidik wajib memberikan SP2HP secara berkala setiap 30 hari kerja kepada pelapor/korban (Pasal 11 ayat 1).
Gelar perkara wajib dilaksanakan untuk menentukan pemenuhan unsur pidana dan peningkatan status perkara (Pasal 75–77).
Kelalaian penyidik dalam melaksanakan kewajiban dapat dikenai sanksi etik maupun disiplin, sebagaimana diatur dalam Perkap No. 2 Tahun 2016.
Dengan dasar ini, publik menilai tidak ada alasan hukum bagi Polres Mukomuko untuk menunda penetapan tersangka apabila bukti dan keterangan ahli sudah dinyatakan cukup.
Masyarakat kini menantikan langkah tegas Kapolres Mukomuko untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Kasus ini dinilai menjadi ujian transparansi dan profesionalitas aparat dalam menangani dugaan tindak pidana di daerah.(*)